reaksi kehidupan diodinta

tempatku menulis reaksiku terhadap kehidupan

cerpen : dia sahabatku.. (1) November 12, 2011

Filed under: cerpen — diodinta @ 12:00 pm
Tags:

Sayangnya kita sama sekali tidak bisa merasakan apa yang orang lain rasakan.

Itulah yang ada dalam benakku ketika laki-laki ini duduk di depanku, memakan pisang bakar coklat keju yang tidak bisa dinikmatinya. Aku kenal sekali ekspresi itu, dan itu adalah ekspresi khasnya ketika sedang tertekan memikirkan sesuatu. dan akulah yang membuatnya tertekan. tapi bukan berarti aku tidak merasakan atmosfir yang sama. yang kulakukan 20 menit terakhir ini hanyalah mengaduk-aduk es batu yang mengapung dalam es jerukku, dan aku berpikir apa lagi yang bisa aku aduk 10 menit lagi karena es batu ini sudah terlampau tipis.

Aku ingin memulai pembicaraan, tapi tidak tau harus bilang apa. Aku bahkan tak yakin dia ingin berbicara atau hanya ingin mengintimidasiku dengan diamnya.

Aku bahkan tak berani menatapnya.

Bukan karena sangat menawanlah aku memandangi es batu yang ada dalam gelasku. aku tak tau lagi apa yang harus kupandang, dan tiba-tiba ini membuatku kesal.  Apa aku layak berada dalam posisi terintimidasi seperti ini?

Ya. Mungkin. Pikirku beberapa saat.

Mungkin salahku karena aku tergoda padanya. dia, sahabatku, kekasih sahabatku, aku seharusnya tidak boleh menyentuhnya. Tapi aku sendiri juga tak bisa menjelaskan perasaan menggelora yang ada dalam dadaku setiap kali kita bersentuhan. perasaan yang membuatku melupakan bahwa laki-laki yang sedang kusentuh ini memiliki seorang kekasih, Lina, yang juga temanku.

Dan layaknya screen saver komputer yang sedang idle, seluruh layar pikiranku dipenuhi ingatan tentang kita bertiga. dari awal bertemu, ketika statusku berubah menjadi obat nyamuk, sampai pandangan mata Lina yang membuatku merasa bersalah ketika aku resmi menghancurkan arti pertemanan yang telah kita jalani lebih dari 8 tahun ini.

Ya, aku mungkin layak mendapatkannya.

“Aku mencintaimu” suaranya tampak bergetar. dan aku berusaha untuk tidak menampakkan ekspresi apa pun.

Aku sudah berusaha tapi kata-kata itu tampak sangat keterlaluan bagiku. aku memandangnya, marah. Aku tau air mataku akan segera mengalir. Ada yang terluka dan dia berani katakan cinta padaku?

tapi tak satu kataku keluar dari mulutku. inilah aku ketika aku kelewat marah, atau bingung.

“aku dan Lina mungkin akan putus” suaranya semakin bergetar

“Aku akan membunuhmu jika kau putus dengan Lina.” akhirnya kata-kata itu berhasil keluar dari mulutku. “bahkan jika bukan karena aku, aku akan membunuhmu” tambahku sebelum dia sempat memotongnya.

Aku tau betul seberapa banyak Lina mencintai laki-laki ini. Lebih dari hidupnya sendiri. dia akan kehilangan hidupnya juga ketika kehilangan laki-laki ini.

Dia mendorong tubuhnya kebelakang, bersandar pada kursi. Sebenarnya, tidak perlu sekeras itu. Tapi aku mengerti, dia mungkin sama kesalnya seperti aku.

“Aku harusnya bisa menahan diriku sendiri”

Aku berpikir kemanakah pembicaraannya melaju

“aku seharusnya tak melakukan itu. menciummu.”

Adegan saat wajahnya mendekati wajahku dengan canggungnya muncul dalam ingatanku. Aku masih ingat betul saat aku bisa merasakan nafasnya semakin hangat menimpa wajahku. Saat bibir kami dengan lembut bersentuhan, aku tak bisa mengendalikan diriku sendiri. Saat itu, walau dengan jelas aku bisa mengingat wajah lina yang tersenyum imut dari kejauhan, aku tetap tak bisa mengendalikan diriku sendiri dan membalas ciumannya. Lina menyaksikan kami dalam pikiranku saat itu. dan ini membuatku merasa sangat bersalah setiap kali aku menatap matanya. Merasa sangat bersalah sampai pada tahap aku tak sanggup melihat senyumnya.

dan aku belum bisa menemukan kata-kata yang ingin aku keluarkan. ekspresi blank-ku saat ini mungkin adalah ekspresi terbaik yang bisa aku berikan padanya. Aku takut akan kemungkinan kearah mana kami akan melaju, dan aku tidak memiliki cukup keberanian untuk menentukan arah saat ini.

“tidakkah harusnya kita membicarakan ini?” Aku mendengar kemarahan dalam suaranya. Aku ingin berkata, ‘kita tidak seharusnya membicarakan ini, you stupid fool’ tapi semua tercekat ditenggorokanku, dan ini membuatku mual.

“ok..” dia menghela nafas. “salahkulah karena aku mengira kita harusnya membicarakan ini. karena kamu sepertinya tidak tertarik. aku akan menyelesaikannya sendiri..”

sepersekian detik saat itu aku merasa otakku bekerja sangat cepat dan aku hampir berteriak ketika menahannya pergi “apa?” aku menahan tangannya “apa yang sebenarnya ingin kau selesaikan?” aku hampir menangis saat mengatakknya. aku seharusnya tidak mengatakan apapun. tapi entah kenapa mulutku sudah tidak bisa ditahan lagi “lupakan kejadian itu” aku melepaskan tangannya. berharap dia duduk tenang kembali dan benar2 menyelesaikan ini. tapi dia malah berdiri dan menjawab dengan tenang “OKE” sebelum akhirnya melangkah keluar.

Air mataku benar2 keluar sekarang. ketika dia menjawab oke, hatiku seperti teriris. Padahal aku ingin menyelesaikan ini dengan tenang, dengan hati lapang, bahwa dia benar2 bukan milikku saat ini. apa aku mengharapkan jawaban lain saat itu, aku pun tidak jelas. Tapi aku tidak pernah membayangkan rasanya akan sesakit ini ketika hal ini terjadi. Entah apa yang terjadi. aku mungkin mencintainya. mungkin juga tidak. mungkin hanya harga diriku yang terluka, aku juga tidak yakin. tapi siapalah yang dapat mendefenisikan apa itu cinta. dan ini mengejutkan bahwa rasanya menyakitkankan mengetahui bahwa mulai saat ini aku tetap harus menjadi saksi yang tersakiti atas hubungan Lina dengannya.

Tadinya aku benar2 percaya bahwa aku bisa menyelesaikan ini dengan cool. tapi aku percaya rasa sakit ini tidak akan bertahan selamanya. Aku mungkin telah patah hati, mungkin juga tidak. aku benar2 tidak tau…

 

 

 

4 Responses to “cerpen : dia sahabatku.. (1)”

  1. amoor Says:

    itu kadang cuma kebawa penasaraan aja dalam diri kita..

  2. gin tampan Says:

    ckckckckck…
    ternyata…

    OMG..

    kadang kita bakal merasa bahwa rumput tetangga terasa lebih hijau,,.
    kita hanya kurang bersyukur atas apa yang sudah kita miliki sekarang..

    *ngemeng opo iki…

  3. ayip.eiger Says:

    Andai bulan bisa ngomong, dia jujur tak akan bohong..

    bingung meh komen apa, ditunggu saja part selanjutnya is. hehe

    @gin tampan : Rumput mu mbok kowe rabuk i opo to dab? Kurang subur pow? haha

  4. gin tampan Says:

    ecie… si ayip udah pake bulan2 segala..
    udah gag sabar melihat bulan yang sama di tempat yang sama akhir taun nanti di bogor ya yip…

    hihihihihiii…


Leave a reply to gin tampan Cancel reply